– Akord Tonik adalah Akord dasar dalam sebuah lagu/musik.
– Akord Dominan adalah Akord yang berjarak 3 ½ nada dari Akord tonik.
– Akord SubDominan adalah Akord yang berjarak 2 ½ nada dari Akord tonik.
– Akord Dominan adalah Akord yang berjarak 3 ½ nada dari Akord tonik.
– Akord SubDominan adalah Akord yang berjarak 2 ½ nada dari Akord tonik.
Hubungan antar Akord diatas sangat erat hubungannya dalam
menentukan suatu iringan musik atau lagu. Apabila lagu dimainkan dengan nada
dasar Do = C, maka pola hubungan Akordnya adalah C – F – G.
Contoh yang lain : lagu dengan nada dasar Do = D
maka pola hubungannya adalah D – G – A
Contoh yang lain : lagu dengan nada dasar Do = D
maka pola hubungannya adalah D – G – A
Akord Major memiliki hubungan sejajar (paralel) dengan Akord
Minor dikarenakan memiliki persamaan tangga nada. Perbedaannya hanya terletak
pada permulaan tangga nadanya.
Contoh : Akord C Major berhubungan sejajar dengan A Minor (perhatikan tangga nada kedua Akord tersebut).
Contoh : Akord C Major berhubungan sejajar dengan A Minor (perhatikan tangga nada kedua Akord tersebut).
Akord-Akord yang memiliki hubungan paralel (sejajar), sebagai
berikut :
– C sejajar dengan ………. Am
– C# (Db) sejajar dengan ………. Bbm (A#m)
– D sejajar dengan ………. Bm
– D# (Eb) sejajar dengan ………. Cm
– E sejajar dengan ………. C#m (Dbm)
– F sejajar dengan ………. Dm
– F# (Gb) sejajar dengan ………. D#m (Ebm)
– G sejajar dengan ………. Em
– G# (Ab) sejajar dengan ………. Fm
– A sejajar dengan ………. F#m (Gbm)
– A# (Bb) sejajar dengan ………. Gm
– B sejajar dengan ………. G#m (Abm)
– C# (Db) sejajar dengan ………. Bbm (A#m)
– D sejajar dengan ………. Bm
– D# (Eb) sejajar dengan ………. Cm
– E sejajar dengan ………. C#m (Dbm)
– F sejajar dengan ………. Dm
– F# (Gb) sejajar dengan ………. D#m (Ebm)
– G sejajar dengan ………. Em
– G# (Ab) sejajar dengan ………. Fm
– A sejajar dengan ………. F#m (Gbm)
– A# (Bb) sejajar dengan ………. Gm
– B sejajar dengan ………. G#m (Abm)
Apa itu tangganada? Ada ciri-cirinya.Pertama, suatu tangganada
adalah serangkaian not yang disusun mengikuti urutan abjad. Urutan abjad ini
lazimnya ditulis dengan memakai huruf besar, bisa dimulai dari huruf A sebagai
not pertama dan yang paling rendah dan berakhir dengan A juga, not ke delapan
atau not terakhir dan paling tinggi. Not ke delapan ini disebut oktaf.Urutannya
demikian: A B C D E F G A. Kalau dibunyikan dengan memakai not, urutan abjad
ini demikian: la, si, do, re, mi, fa, sol, la.
Kedua, suatu tangganada bertolak dari not apa pun sejauh satu
oktaf dan berdasarkan suatu bentuk pola yang sudah ditetapkan. Dari urutan not
mengikuti abjad tadi, Anda melihat bahwa bentuk pola tangganada itu sudah
ditetapkan. Ia mulai dari A lalu mengikuti urutan abjad sampai dengan G
kemudian balik ke A, kali ini delapan nada lebih tinggi dari A pertama. Karena
satu tangganada dibentuk oleh delapan nada, maka huruf terjauh yang berbeda
dengan A haruslah huruf ketujuh dan itulah huruf G. Sesudah G, Anda harus
mengulangi A. Karena A bisa dipakai untuk membentuk suatu tangganada, maka
setiap abjad yang lain pun bisa dipakai untuk membentuk tangganada yang lain.
Tangganada lain bisa mulai dari B,C, D, E, F, atau G dan berakhir satu oktaf
lebih tinggi juga dengan B, C, D, E, F, atau G.
Ketiga, pola yang mendasari kebanyakan tangganada melibatkan
seperangkat urutan nada dan setengahnada. Pada gitar enam senar, suatu nada
dimainkan pada dua fret yang berdekatan sementara suatu setengahnada dimainkan
pada satu fret.
Untuk maksud praktis, kita memakai tangganada yang mulai dengan
C. Urutannya menurut abjad demikian: C D E F G A B C. Kalau dinyanyikan, urutan
huruf ini berbunyi do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
Dari bentuk polanya, ada dua pasang not yang masing-masing
membentuk setengahnada (satu fret). Pertama, pasangan E-F; dan, kedua, pasangan
B-C. Pasangan lain (C-D, D-E, F-G, G-A, dan A-B) masing-masing membentuk
satunada.
Dalam bahasa Inggris, satunada disebut tone sementara setengahnada disebut semitone.Untuk mempermudah ingatan Anda, aturan tentang pasangan
not manakah yang membentuk satunada atau setengahnada dringkaskan melalui
urutan T (singkatan untuk tone, satunada)
dan S (singkatan untuk semitone, setengahnada).
Ringkasannya demikian:
C – T – D – T – E – S – F – T – G – T – A – B – S – C
Tiga Jenis Tanggnada
Ada tiga jenis tangganada utama dalam ilmu musik Barat. Pertama, tangganada mayor; kedua, tangganada kromatik; dan, ketiga, tangganada minor.
Ada tiga jenis tangganada utama dalam ilmu musik Barat. Pertama, tangganada mayor; kedua, tangganada kromatik; dan, ketiga, tangganada minor.
Tangganada mayor adalah yang paling lazim dipakai untuk
menciptakan jutaan lagu, termasuk lagu-lagu pop hit dan lagu-lagu gereja yang
bertahan selama ratusan tahun. Karena itu, sebagian besar pelajaran pada
tingkat awal akan memakai jenis tangganada ini.
Tangganada diatonik mayor
Sistem nada yang memakai dua macam jarak antar nada, yaitu
satunada (tone) dan setengahnada
(semitone) membentuk tangganada diatonik
mayor. Contoh tadi menjelaskan tangganada jenis ini. Ia lazimnya dipakai untuk
menciptakan lagu-lagu yang bersuasana optimistik: ceria, cerah, manis, merdu.
Alat-alat musik Barat yang dibuat untuk memainkan tangganada diatonik mayor
mencakup gitar, piano, organ, dan alat-alat lain. Tapi nada-nada gamelan tidak
bisa menghasilkan nada-nada diatonik karena setelannya berbeda. Setelan gamelan
berdasarkan sejenis tangganada lima nada bernama pelog dalam musik tradisional
Jawa – seperti do, mi, fa, sol, si – punya aturan tersendiri tentang jarak
antara setiap not. Misalnya, not mi dan sol dalam pelog sebenarnya sama nadanya
dengan fa dan la dalam musik diatonik mayor.
Urutan not tangganada diatonik mayor yang akan kita pakai
berkali-kali untuk mempelajari dan menguasai berbagai akord dan progresi akord
adalah C-D-E-F-G-A-B-C. Tangganada ini dibatasi atau dikendalikan oleh suatu
kunci. Karena urutan ini mulai dan berakhir dengan C, maka tangganada diatonik
mayor ini dikendalikan oleh kunci C.
Dalam notasi balok, tangganada C mayor tidak dberi tanda kres
atau mol. Tangganada ini karena itu bersifat naturel: tanpa kres atau mol.
Karena sifatnya yang naturel, tangganada C mayor dipakai sebagai
acuan utama untuk membentuk tangganada lainnya. Tangganada diatonik mayor lain
itu dimulai dari huruf-huruf lain – D, E, F, G, A, atau B – dan berakhir
setinggi satu oktaf dengan huruf yang sama. Akan tetapi, tangganada diatonik
mayor D, E, F, G, A, atau B akan dibahas kemudian.
Berbagai lagu nasional dan daerah di Indonesia diciptakan
berdasarkan tangganada diatonik mayor. Lagu-lagu nasional yang terkenal
mencakup Indonesia Raya, Halo-Halo
Bandung, Maju Tak Gentar, dan Bangun Pemudi
Pemuda diciptakan berdasarkan tangganada ini. Di samping itu,
lagu-lagu daerah yang memakai tangganada diatonik mayor mencakup Lisoi-Lisoi(Tapanuli), Ayo Mama (Maluku),
dan Apuse (Biak,
Papua).
Tangganada kromatik
Karena relevan dengan pembicaraan nanti tentang interval, jenis tangganada ini layak dijelaskan. Ia dibentuk dari tanggnada diatonik mayor.
Karena relevan dengan pembicaraan nanti tentang interval, jenis tangganada ini layak dijelaskan. Ia dibentuk dari tanggnada diatonik mayor.
Seperti yang sudah dijelaskan, tangganada diatonik mayor
dibentuk oleh satunada dan setengahnada. Secara aritmatik, satunada bisa dibagi
menjadi dua, masing-masing menjadi dua setengahnada. Pada gitar, setiap pecahan
dari satunada sekarang dimainkan hanya pada satu fret. Karena satunada dibagi
menjadi dua setengahnada, tangganada baru yang dibentuk sekarang punya jarak
antar nada yang sama. Setiap pasangan nada sekarang berjarak setengahnada.
Jumlah nada dari satu oktaf bertambah menjadi 13 nada.Tangganada ini disebut
tangganada kromatik.
Ia cocok sebagai pewarna lagu. Ia juga memberi kelenturan pada
jalur melodi bas, seperti yang dipetik pemain gitar bas.
Perbandingan antara tangganada diatonik mayor C yang melandasi
pembentukan tangganada kromatik dipengaruhi arah gerak yang ditempuhnya dan
pola notnya. Pola not dalam posisi naik atau meninggi berbeda penulisannya
dengan pola not dalam posisi turun atau merendah.
Posisi naik:
C——–D——–E –F——–G———A———–B –C
C–#C—D–#D–E – F–#F—G–#G—A—-#A—-B – C
C–#C—D–#D–E – F–#F—G–#G—A—-#A—-B – C
Posisi turun:
C–B——–A——-G——-F–E——–D———C
C–B-bB—-A-bA—G-bG—F–E –bE–D–bD—-CBarangkali, tidak ada ciptaan lagu nasional dan daerah di Indonesia yang memakai tangganada kromatik. Tapi not-not kromatik – not-not setengahnada – sering dipakai dalam melodi utama atau dalam aransemen duet, trio, kuartet, atau paduan suara. Not-not kromatik ini sebenarnya dipinjam dari tangganada di luar tangganada yang berlaku. Sering, not-not setengahnada bersifat sementara; artinya, ia dipakai sebentar saja lalu lagu kembali ke kunci aslinya.Beberapa lagu nasional memakai not-not kromatik yang bersifat sementara. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki, misalnya, memakai not kromatik b7 (sa) sekali pada suku kata–lu dari kata dulu dalam frasa frasa bait pertamanya: Indonesia sejak dulu … Dia juga memakai not setengahnada #4 (fis) dua kali dalam karya ini. Pertama, pada suku kata –ja dari katapuja dalam frasa bait pertama: tetap dipuja …. Kedua, pada suku kata me- dari kata menutupdari frasa bait pertama menjelang akhir lagu: tempat akhir menutup mata. Lagu Bungong Jeumpa dari Aceh adalah salah satu contoh lagu-lagu daerah di Indonesia yang juga memakai setengahnada. Not #5 (se) dipakai sebanyak 5 kali dalam lagu ini. Not kromatik ini muncul, misalnya, dua kali pada suku kata – pa dari kata jeumpa di awal lagu tempat orang menyanyikan frasa bait pertama lagu ini: Bungong jeumpa, bungong jeumpa.
Not-not kromatik muncul sering sekali dalam lagu-lagu pop, gereja, dan jazz. Dalam lagu-lagu pop dan gereja, not-not ini bisa bersifat sementara. Kalau bersifat sementara, not kromatik itu dipinjam dari tangganada lain, dipakai sebentar lalu lagu kembali ke tangganada semula. Lagu-lagu jazz modern sering memakai not-not kromatik yang bersifat tetap. Lagu, misalnya, dimulai dengan kunci C lalu beralih ke kunci C# tanpa ada “tanda peringatan” bahwa akan terjadi perpindahan kunci dari C ke C# dan secara tiba-tiba juga pindah ke D, D#, dan berakhir dengan E. Perpindahan kunci jelas secara kromatik. Tapi setiap melodi atau potongan melodi yang dimainkan dalam batas setiap kunci bisa juga berisi berbagai not kromatik.
C–B-bB—-A-bA—G-bG—F–E –bE–D–bD—-CBarangkali, tidak ada ciptaan lagu nasional dan daerah di Indonesia yang memakai tangganada kromatik. Tapi not-not kromatik – not-not setengahnada – sering dipakai dalam melodi utama atau dalam aransemen duet, trio, kuartet, atau paduan suara. Not-not kromatik ini sebenarnya dipinjam dari tangganada di luar tangganada yang berlaku. Sering, not-not setengahnada bersifat sementara; artinya, ia dipakai sebentar saja lalu lagu kembali ke kunci aslinya.Beberapa lagu nasional memakai not-not kromatik yang bersifat sementara. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki, misalnya, memakai not kromatik b7 (sa) sekali pada suku kata–lu dari kata dulu dalam frasa frasa bait pertamanya: Indonesia sejak dulu … Dia juga memakai not setengahnada #4 (fis) dua kali dalam karya ini. Pertama, pada suku kata –ja dari katapuja dalam frasa bait pertama: tetap dipuja …. Kedua, pada suku kata me- dari kata menutupdari frasa bait pertama menjelang akhir lagu: tempat akhir menutup mata. Lagu Bungong Jeumpa dari Aceh adalah salah satu contoh lagu-lagu daerah di Indonesia yang juga memakai setengahnada. Not #5 (se) dipakai sebanyak 5 kali dalam lagu ini. Not kromatik ini muncul, misalnya, dua kali pada suku kata – pa dari kata jeumpa di awal lagu tempat orang menyanyikan frasa bait pertama lagu ini: Bungong jeumpa, bungong jeumpa.
Not-not kromatik muncul sering sekali dalam lagu-lagu pop, gereja, dan jazz. Dalam lagu-lagu pop dan gereja, not-not ini bisa bersifat sementara. Kalau bersifat sementara, not kromatik itu dipinjam dari tangganada lain, dipakai sebentar lalu lagu kembali ke tangganada semula. Lagu-lagu jazz modern sering memakai not-not kromatik yang bersifat tetap. Lagu, misalnya, dimulai dengan kunci C lalu beralih ke kunci C# tanpa ada “tanda peringatan” bahwa akan terjadi perpindahan kunci dari C ke C# dan secara tiba-tiba juga pindah ke D, D#, dan berakhir dengan E. Perpindahan kunci jelas secara kromatik. Tapi setiap melodi atau potongan melodi yang dimainkan dalam batas setiap kunci bisa juga berisi berbagai not kromatik.
(Catatan: Dalam
tulisan ini dan tulisan mendatang, penulisan #C , #D, #F dan seterusnya berbeda
arti dengan C#, D#, F# dan seterusnya. Bentuk pertama mengacu pada not kromatik
– di, ri, fis dan seterusnya – sementara bentuk kedua merujuk pada kunci
tangganada. Pembedaan ini tidak standar; sayalah yang membuatnya untuk
tulisanku!)
Tangganada minor
Karena tangganada minor relevan juga dengan pelajaran tentang interval, ia pun layak untuk dibicarakan sekarang. Tangganada ini umumnya dipakai untuk menciptakan lagu yang bersuasana introspektif: sedih, muram, berduka, sayu, murung, gelisah.
Karena tangganada minor relevan juga dengan pelajaran tentang interval, ia pun layak untuk dibicarakan sekarang. Tangganada ini umumnya dipakai untuk menciptakan lagu yang bersuasana introspektif: sedih, muram, berduka, sayu, murung, gelisah.
Tangganada ini pun dibentuk dari tangganada diatonik mayor C. Ia
dibentuk dengan mulai dari not A dalam tangganada diatonik mayor C. Dari
sejarah perkembangannya, tangganada minor menjadi tiga macam: tangganada minor
naturel, harmonik, dan melodik. Yang disebut terakhir berbeda bentuk polanya
pada posisi naik dan turun.
Tangganada minor naturel:
A – B – C – D – E – F – G – A
Tangganada minor harmonik:
A – B – C – D – E – F – #G – A
Tangganada minor melodik pada posisi naik:
A – B – C – D – E – #F – #G – A
Tangganada minor melodik pada posisi turun:
Tangganada minor melodik pada posisi turun:
A – G – F – E – D – C – B – A
Kata “minor” dalam istilah tangganada ini diperoleh dari mana?
Dari pengurangan interval-interval tertentu dalam tangganada diatonik mayor C.
Perubahan “mayor” menjadi “minor” dari tangganada diatonik mayor C lebih gampang
dijelaskan melalui perbandingan tangganada mayor C dengan tangganada minor
naturel. Supaya cermat, setengahnada ditambahkan.
Mayor: C – #C–D–#D – E – F – #F – G –#G – A
– #A – B – C
Minor: A——–B – C——-D———E – F———G——-A
Notasi: do——re – ri——-fa——–sol–se——–li——-do
Minor: A——–B – C——-D———E – F———G——-A
Notasi: do——re – ri——-fa——–sol–se——–li——-do
Pasangan setengahnada B-C dan E-F pada tangganada mayor berbeda
urutannya dengan yang ada pada tangganada minor. Pasangan B-C minor tidak sama
jaraknya dengan pasangan mayor D-E. Pasangan setengahnada B-C minor (dimainkan
pada satu fret gitar) sama bunyinya dengan D-#D dalam pasangan D-E mayor,
pasangan satunada (dimainkan pada dua fret yang saling berdekatan di gitar).
Dengan kata lain, pasangan setengahnada B-C minor merupakan penurunan
setengahnada dari pasangan D-E mayor. Sesuai aturan baku (akan dibicarakan
lebih jauh dalam pelajaran tentang interval), satu pasangan not mayor menjadi
minor kalau salah satu not diturunkan atau dinaikkan menjadi setengahnada.
Jadi, pasangan not satunada C-D mayor menjadi minor kalau not di kiri dinaikkan
setengahnada – #C-D (di-re) – atau not di kanan diturunkan setengahnada – C-bD
(do-ru). Perubahan pasangan not satunada G-A mayor menjadi E-F minor mengikuti
aturan yang sama. G-A mayor menjadi G-#G minor yang sama bunyinya dengan E-F
minor. Atau G-A mayor menjadi #G-G minor sama bunyinya dengan E-F minor.
Beberapa lagu nasional dan daerah memakai tangganada
minor. Syukur, judul suatu
lagu nasional ciptaan H. Mutahar, memakai tangganada minor. Lagunya mulai
dengan not la dan berakhir dengan not yang sama. Melodi yang memakai not
seperti ini dan akord-akord minor yang memperkuat suasananya menunjukkan
tangganada minor. Meski suasana dasarnya bersifat minor alias sedih, muram,
sayu, murung, kata-katanya malah tidak memberi kesan dasar ini. Kata-kata bait
pertama lagu nasional ini, misalnya, bersuasana khidmat karena mengungkapkan
rasa syukur, terima kasih.
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah Air pusaka
Indonesia Merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu, Tuhan
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah Air pusaka
Indonesia Merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu, Tuhan
Tidak selalu lagu minor bersuasana sedih, introspektif, dan
syair Syukur salah satu
kekecualian dari aturan umum yang berlaku dalam ilmu musik Barat: tangganada
minor dipakai untuk mengungkapkan suasana duka, sedih, sayu, murung.
Aturan umum ini kentara dalam nyanyian gereja dari Barat yang
diterjemahkan kemudian ke dalam bahasa Indonesia. Mazmur terbitan Yayasan Musik Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia 1986) berisi terjemahan dari adaptasi syair-syair mazmur dalam Perjanjian
Lama. Terjemahan mazmur ke dalam bahasa Indonesia ini agar dinyanyikan jemaat
bersumber padaMazmur Jenewa abad ke-16,
suatu kumpulan nyanyian mazmur yang sangat mengagumkan dari segi sastra dan
musik. Lagu-lagu Mazmur Jenewa yang
mencerminkan kesenian Reneisens di Eropa abad ke-16 sebenarnya bisa ditelusuri
jauh ke belakang sampai dengan musik liturgi Yahudi kuno, termasuk musik
liturgi jemaat Kristen awal tarikh Masehi di kawasan yang sekarang bernama
Israel, Gaza, dan Tepi Barat – Palestina jajahan Roma kuno zaman itu. Banyak
mazmur dalam Perjanjian Lama digubah oleh Daud, gembala, pahlawan, musikus,
penyair, jenderal, dan raja tenar Israel kuno sekitar 3000 tahun yang silam.
Salah satu lagu yang mengungkapkan suasana sedih dalam Mazmur tadi adalah Mazmur 6. Melodinya,
seperti melodi Syukur, mulai dengan
la dan berakhir juga dengan la. Terjemahan Indonesia menyingkap secara
menyentuh hati pergumulan batin Daud karena dosa-dosanya terhadap Allah dan
permohonannya yang khusyuk agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Bait
pertama Mazmur Jenewa ini seperti
yang diterjemahkan Yayasan Musik Gereja (Yamuger) demikian:
Sayangi aku, TU-HAN!
Jangan Engkau hukum-kan
hambaMu yang gentar.
Berapa lama lagi
murkaMu kualami?
Sengsaraku besar!
Suatu versi irama flamenko dari Mazmur 6 dan syair yang sama saya ciptakan beberapa tahun yang lalu. Flamenko adalah sejenis musik dan dansa yang erat kaitannya dengan Jipsi, suatu kaum pengembara yang konon berasal dari India. Mereka kemudian menetap di Spanyol dan mengembangkan musik flamenko. Sesuai sejarah awalnya, lagu-lagu flamenko berkembang dari nyanyian ratapan kaum Jipsi, ratapan akan nasibnya yang muram di tanah tumpangannya di Spanyol.
Jangan Engkau hukum-kan
hambaMu yang gentar.
Berapa lama lagi
murkaMu kualami?
Sengsaraku besar!
Suatu versi irama flamenko dari Mazmur 6 dan syair yang sama saya ciptakan beberapa tahun yang lalu. Flamenko adalah sejenis musik dan dansa yang erat kaitannya dengan Jipsi, suatu kaum pengembara yang konon berasal dari India. Mereka kemudian menetap di Spanyol dan mengembangkan musik flamenko. Sesuai sejarah awalnya, lagu-lagu flamenko berkembang dari nyanyian ratapan kaum Jipsi, ratapan akan nasibnya yang muram di tanah tumpangannya di Spanyol.
Bait tadi bisa dinyanyikan sambil memainkan gitar atau mengikuti
iringan yang sudah ada di side bar blog saya. Gaya cengkok – menyanyikan lebih dari satu not untuk satu suku kata –
saya tandai dengan garis pemisah vertikal pada kata TUHAN dan hukumkan; yang
dicengkok adalah suku kata TU- dan –kum-. Selebihnya dinyanyikan seperti biasa.
Nyanyian ratapan adalah nyanyian yang bersuasana sedih, murung,
sayu. Melodi asli Mazmur 6 tadi lalu
dimodifikasi biar sesuai salah satu irama flamenko – yang ini memakai jenis
birama 3/4 yang agak cepat – di Spanyol dan sesuai juga dengan suasana sedih
yang diungkapkan mazmur ini.
Sejauh ini, Anda sudah memelajari triad dan nada bas. Triad
terdiri dari tiga nada yang masing-masing dibentuk oleh dua interval ketiga.
Ketika nada bas sebagai nada terendah Anda tambahkan pada triad, nada ini
memperluasnya menjadi empat nada harmonik. Nada bas sama dengan nada dasar dari
suatu akord empat nada atau lebih.
Akan tetapi, akord yang sama yang Anda pakai berkali-kali
mengakibatkan nada basnya sama juga. Pemakaian akord dan nada bas yang sama
berkali-kali akan membosankan pemusik dan pendengarnya, seperti contoh berikut:
Bagian awal dari suatu versi rock ‘n roll Burung Kakatua yang terdiri dari empat birama
memakai hanya satu akord: C. Untuk ritme rock ‘n roll, pengulangan akord macam
ini normal. Musik rock yang mengandalkan ritme yang kuat dan teratur memang
membutuhkan perulangan akord; kalau akordnya berganti setiap ketukan,
kekuatannya sebagai rock terganggu dan berkurang atau malah hilang. Jadi,
perulangan akord tadi tidak menimbulkan masalah dalam musik rock ‘n roll.
Yang menimbulkan masalah adalah jalur basnya. Nada bas potongan
nyanyian anak-anak tadi (C atau do) tidak salah; ia adalah nada paling rendah
dari akord C. Masalahnya, jalur bas ini monoton karena mengulangi not yang sama
selama empat birama sebanyak enam belas kali. Iringan bas yang monoton seperti
ini jelas menjemukan pendengar, tidak menghidupkan gerak energik ritme rock.
Demi mencegah monotoni atau hilangnya tenaga ritme rock, jalur
bas potongan nyanyian tadi perlu dihidupkan. Caranya? Melalui variasi mengikuti
aturan variasi jalur bas rock ‘n roll. Salah satu variasi jalur bas rock
demikian:
Naik-turunnya nada bas sesuai aturan musik rock ‘n roll sekarang
menghidupkan jalur bas potongan Burung
Kakatua. Variasi nada bas ini mencegah monotoni, kejemuan, gerak bas yang
hanya mengandalkan satu nada saja.
Variasi tadi sekaligus menunjukkan apa yang dalam ilmu musik
Barat diistilahkan pembalikan.Dalam contoh
kedua, pembalikan ini kentara pada not C, E, dan G (do, mi, dan sol); not-not
lain (A dan Bb atau la dan sa) adalah variasi. Pembalikan menghasilkan variasi
nada bas yang kemudian mengurangi atau mencegah monotoni jalur bas.
Meskipun variasi menghidupkan jalur bas nyanyian rock ‘n roll,
ilmu harmoni Barat mengatakan susunan akord dengan nada dasar sebagai nada bas
adalah susunan yang normal. Susunan ini menghasilkan susunan akord yang
berbunyi mantap karena bulat dan tenang.
Tiga Macam Pembalikan
Ada tiga cara pembalikan nada bas. Pertama, dengan memakai nada
ketiga di atas nada pertama. Kedua, dengan memakai nada kelima di atas nada
pertama. Ketiga, dengan memakai nada ketujuh di atas nada kelima. Untuk kemudahan
pemahaman, akord-akord yang dipakai sebagai contoh penjelasan ketiga macam
pembalikan ini berdasarkan tangganada diatonik mayor C.
Contoh-contoh penjelasan tentang nada ketiga, kelima dan ketujuh
sebagai nada bas tidak saja melibatkan akord tonika. Ia melibatkan juga
akord-akord jenis lain dalam suatu tangganada. Untuk mudahnya, berbagai contoh
yang akan dijelaskan melibatkan akord-akord dalam tangganada diatonik mayor C.
Nada ketiga menjadi nada bas
Triad tonika
Nada ketiga dari triad C (do-mi-sol atau 1-3-5) adalah mi (3).
Akord C yang dibentuk berdasarkan not do sebagai nadanya yang terendah dan
sekaligus nada basnya disebut akord tonika. Dengan mi
sebagai nada terendah atau nada bas yang baru, urutan nada akord ini menjadi
mi-sol-do atau 3-5-1 dengan nada terakhir sebagai nada tertinggi. Kalau Anda
menghitung jarak nada antara mi dan do, Anda menemukan interval keenam:
mi-fa-sol-la-si-do (3-4-5-6-7-1). Karena jarak nada enam ini, akord yang
memakai nada ketiga sebagai nada basnya disebut akord sekst (keenam). Akord ini masih suatu akord mayor.Tanda
resmi akord ini adalah I6.
Berbeda dengan akord tonika yang nada basnya bulat dan tenang,
nada ketiga sebagai nada bas akord sekst menghasilkan bunyi musikal yang tajam,
kurang tenang, kurang bulat, kurang berwibawa dibanding nada bas akord tonika.
Nada bas mi, karena itu, dipakai sebagai suatu variasi sesudah akord tonika. Ia
biasanya dipakai sesudah suatu potongan melodi mencapai suatu puncak. Tapi nada
mi tidak dipakai di akhir suatu kalimat melodik, seperti suatu kadens biasa.
Contoh:
Bagian awal melodi lagu gereja ini membentuk suatu kadens
setengah. Melodi mulai dengan akord tonika (C) dan berakhir untuk sementara
melalui suatu progresi akord dengan akord dominan (G). Puncak frasa melodik ini
terdapat pada not sol (G) birama pertama. Akord C yang dipakai adalah
pembalikan pertama – mi-sol-do-mi – dari akord C di depannya. Nada mi sebagai
nada bas akord ini ditandai huruf E sesudah garis miring. Dalam bahasa musik
tentang pembalikan akord, penulisan akord tadi yang dibalikkan bersama basnya
diistilahkan C on E atau C slash E. Pemakaian akord C/E di depan Dm pun bagus; nada E turun
secara bertangga ke nada bas D (re) dari akord Dm lalu bergerak naik ke nada
bas dari C/G. Dalam birama kedua, akord tonika mengalami pembalikan kedua
sehingga nada basnya menjadi sol (G) dengan urutan sol-do-mi (5-1-3). Akord C/G
sangat efektif sebagai pendahulu akord dominan yang nada basnya adalah G (sol);
dalam birama tadi, akord C/G mendahului G sebagai akord dominan.
Triad dominan
Triad dominan pada posisi asli adalah G-B-D (5-7-2 dengan nada
terakhir sebagai not tertinggi). Nada basnya adalah G. Pembalikan pertama
triadi ini mengakibatkan nada ketiga (B) dihitung dari nada pertama (G) menjadi
nada bas yang baru: B-D-G (7-2-5 dengan nada pertama sebagai nada terendah).
Meskipun nada ketiga sekarang menjadi nada bas, urutan triad yang dibentuk
masih tergolong triad mayor.
Apa sifat dan peranan nada bas dari pembalikan pertama nada bas?
Nada B sebagai nada bas bersifat lebih tajam dari nada G, tidak tenang, dan,
karena itu, ingin menjadi tonika. Di samping itu, nada B berperan sebagai
variasi sesudah triad dominan asli. Akan tetapi, nada B tidak boleh Anda pakai
di akhir baris melodik dalam kadens setengah.
SALAH
Potongan melodik dari suatu lagu rakyat Ambon ini menunjukkan
suatu kadens setengah sebanyak empat birama. Kadens diawali akord tonika (C)
dan variasi bas hasil pembalikan pertama akord C (C/E). Birama ketiga dan
keempat memakai akord dominan (G) dan variasi basnya (G/B). Karena kadens
setengah ini berakhir dengan akord dominan (G) sementara seluruh lagu belum
berakhir, akord G/B pada ketukan ketiga dan keempat birama terakhir dilarang.
Akord terakhir haruslah akord dasar, yaitu, G, seperti berikut:
BETUL
Triad subdominan
Kalau triad dasar subdominan (F-A-C atau 4-6-1 dengan nada
terakhir sebagai nada tertinggi) Anda balikkan pertama kali, Anda memakai nada
ketiganya (A) sebagai nada bas urutan triad yang baru. Urutan yang baru menjadi
A-C-F atau 6-1-4 dengan nada pertama sebagai nada terendah. Sebagaimana halnya
dengan triad tonika dan dominan, triad subdominan ini tergolong pada triad
mayor.
Apa sifat dan peranan pembalikan pertama triad subdominan? Bunyi
triadnya tajam dan menonjol; selain itu, triad hasil pembalikan pertama ini
tidak tenang, ingin menjadi tonika. Meskipun demikian, kecenderungannya ke
tonika tidak sekuat kecenderungan triad subdominan dasar. Selain itu, triad
subdominan hasil pembalikan pertama ini berperan sebagai variasi sesudah
subdominan dasar untuk membentuk jalur melodi bas.
Potongan melodik dari suatu lagu perjuangan yang indah gubahan
Maladi, Indonesia, ini diawali rangkaian akord C, balikannya yang pertama
(C/E), dan G. Variasi bas C dan C/E Anda amati pada birama kedua, keempat, dan
keenam. Variasi petikan bas untuk akord subdominan dan balikannya yang pertama
Anda amati pada birama ketiga dan keenam. Variasi ini bersama variasi bas untuk
akord tonika dan bas dominan (G) mengurangi monotoni iringan bas lagu yang
indah ini.
TEORI MUSIK
Bunyi yang kita dengar adalah berasal dari sesuatu yang bergetar
yang membuat udara di sekeliling juga ikut bergetar dan berjalan dengan cepat
sampai ketelinga kita. Nada adalah bunyi yang teratur. Semakin banyak getaran
dalam satuan waktu semakin tinggi nada yang kita dengar.
Tanda nomer jari untuk keyboard :
1 = Ditekan dengan Ibu Jari
2 = Ditekan dengan jari Telunjuk
3 = Ditekan dengan jari Tengah
4 = Ditekan dengan jari Manis
5 = Ditekan dengan jari Kelingking
Tanda # (kres, dibaca is) = berfungsi menaikkan nada 1\2 laras
Tanda b (mol, dibaca es) = berfungsi menurunkan nada 1\2 laras
Cth :
C# dibaca Cis ; Db dibaca des
D# dibaca Dis ; Eb dibaca es
F# dibaca Fis ; Gb dibaca ges
G# dibaca Gis ; Ab dibaca as
A# dibaca Ais ; Bb dibaca bes
Nada yang lengkap :
A, a# (Bb), b, c, c# (Db), d, d# (eb), e, f , f# , (Gb) , g , g#
, (ab), a
Lintasan Melodi Mayor
Do (1), re (2), mi (3), fa (4), sol (5), la (6), si (7), do (1
tinggi)
1. Melodi
Tidak semua lagu terdiri dari semua nada tetapi mempunyai
lintasan melodi dengan jarak-jarak tertentu. Salah satu lintasan melodi adalah
lintasan melodi MAYOR, yang mempunyai 7 nada (not), yaitu :
Do ( 1 ),re ( 2 ),mi ( 3 ),fa ( 4 ),sol ( 5 ),la ( 6 ),si ( 7
),do (1 / tinggi ) nada
1 1 1/2 1 1 1 1/5
Do – re berjarak 1;re – mi berjarak 1;mi – fa berjarak ½;fa –
sol berjarak 1;sol –la berjarak 1;la – si berjarak 1;si – do (tinggi) berjarak
½
Tinggi nada do adalah relatif. Kita harus menentukan nada dasar
dahulu, umpamanya do ditetapkan pada nada C, maka lagu tersebut mempunyai nada
dasar C yang kita sebut do=C. Kemudian kita bisa mencari re yaitu: c + 1 = d,
mi yaitu: d + 1 = e, fa yaitu: e + ½ = f, sol adalah g, la adalah a, si adalah
b.
Tabel Lintasan Melodi MAYOR terhadap Nada Dasar
Nada dasar
|
do
|
re
|
mi
|
fa
|
sol
|
La
|
si
|
Do
|
C (natural)
|
c
|
d
|
e
|
f
|
g
|
a
|
b
|
C’
|
F (1 mol)
|
f
|
g
|
a
|
Bb
|
c
|
d
|
e
|
F’
|
G (1 kres)
|
g
|
a
|
b
|
c
|
d
|
e
|
F#
|
G’
|
Bb (2 mol)
|
Bb
|
c
|
d
|
Eb
|
f
|
g
|
a
|
Bb’
|
D (2 kres)
|
d
|
e
|
F#
|
g
|
a
|
b
|
C#
|
D’
|
Eb (3 mol)
|
Eb
|
f
|
g
|
Ab
|
Bb
|
c
|
d
|
Eb’
|
A (3 kres)
|
a
|
b
|
C#
|
d
|
e
|
F#
|
G#
|
A’
|
Ab (4 mol)
|
Ab
|
Bb
|
c
|
Db
|
Eb
|
f
|
g
|
Ab’
|
E (4 kres)
|
e
|
F#
|
G#
|
a
|
b
|
C#
|
D#
|
E’
|
* Untuk lebih memudahkan dalam pencarian nada kres dalam satu
nada dasar, ada urutan nada yang harus dipelajari.
F# C# G# D# A# E# B#
Baca : Fis Cis
Gis Dis Ais Eis Bis
Contoh :
Nada Dasar Do = G ; Cara mencari nada kres nya, dengan cara
menurunkan nada G ½ laras menjadi F#, dan kita bisa melihat nada F# ada di
urutan pertama dalam urutan nada kres diatas. Kesimpulannya, hanya ada 1 nada
kres dalam Do = G, yakni F# (Fis)
1. Iringan (Chord) :
Beberapa nada / not dimainkan bersamaan atau bergantian menjadi
bunyi yang indah.
Ada 7 nada / not dalam lintasan mayor maka ada tujuh chord pada
system chord 3 nada (terdiri dari nada pertama, ketiga, kelima)
Nada pertama > 1 2 3 4 5 6 7 1
Nada ketiga > 3 4 5 6 7 1 2 3
Nada kelima > 5 6 7 1 2 3 4 5
I ii iii IV V Vi vii-5 I
Pada lagu dengan nada dasar C (do = C) kita tahu bahwa,
I = C, ii = Dm, iii = Em, IV = F, V = G, vi = Am, vii-5 = Bm-5
Posisi chord bisa diubah-ubah
Cth : 1 3 5
3 5 1
5 1 3
(posisi dasar) (pembalikan I) (pembalikan II)
Tabel Chord terhadap Nada Dasar
Nada dasar
|
I
|
ii
|
iii
|
IV
|
V
|
vi
|
vii-5
|
C
|
C
|
Dm
|
Em
|
F
|
G
|
Am
|
Bm-5
|
F
|
F
|
G
|
Am
|
Bb
|
C
|
Dm
|
Em-5
|
G
|
G
|
Am
|
Bm
|
C
|
D
|
Em
|
F#-5
|
Bb
|
Bb
|
Cm
|
Dm
|
Eb
|
F
|
Gm
|
Am-5
|
D
|
D
|
Em
|
F#m
|
G
|
A
|
Bm
|
C#m-5
|
Eb
|
Eb
|
Fm
|
Gm
|
Ab
|
Bb
|
Cm
|
Dm-5
|
A
|
A
|
Bm
|
C#m
|
D
|
E
|
F#m
|
G#m-5
|
Ab
|
Ab
|
Bbm
|
Cm
|
Db
|
Eb
|
Fm
|
Gm-5
|
E
|
E
|
F#m
|
G#m
|
A
|
B
|
C#m
|
D#m-5
|
* Ada banyak jenis Chord, diantaranya
:
– Suspended (sus 4), terdiri dari nada pertama (do), nada
keempat (fa), dan nada kelima (sol).
– Enam ( 6 ), uaitu menambahkan nada keenam ( la ) pada suatu
chord.
– Dominan tujuh ( 7 ), yaitu menambahkan nada ketujuh mol (7 )
– Mayor tujuh (M7), yaitu menambahkan nada ke tujuh ( si ) pada
suatu chord.
– Sembilan (9), yaitu menambahkan nada kesembilan (re’) pada
suatu chord.
– Sebelas (11), yaitu menambahkan nada kesebelas (fa’),
kesembilan (re’), dan dominant tujuh ( 7 ) dan menghapus nada ketiga dan
kelima.
– Augmented (+5 atau +), nada kelima dinaikkan ½ (menjadi 5 )
– Diminished tujuh (dim7), terdiri dari nada 1 , 3 , 4 , 6 ,
untuk mempersingkat kita tulis (dim)
3. Irama (Style)
·
irama ¾ (waltz) cth : Bapa Kami Konvenas, dll
·
irama 2/2, 2/4, (March, Polka, country) cth : Allah ditinggikan,
dll
·
irama 4/4, (8 beat, 16 beat, disco, cha-cha,swing,bounce, samba,
keroncong)
·
irama 6/8 , 12/4 (slowrock, rockballad, blues) dan lain lain cth
: Betapa Hatiku
Untuk pemain keyboard pemula bisa memakai irama yang dipilih dan
dimainkan secara otomatis.
Untuk pemain piano secara cukup sederhana kita bisa memainkan
chord secara broken chord style. Contoh : saat kita memainkan chord C, kita
mainkan dulu do kemudian sol kemudian do tinggi, kembali ke sol dilanjutkan mi
tinggi, kembali ke sol dilanjutkan do tinggi, kembali ke sol diakhiri ke do
lagi dengan nilai 1/8 atau setengah ketukan.
Beberapa petunjuk teknis / musical signs
beserta Tempo dan Dinamik
||: :|| : Tanda ulang / repeat
| A | B ||: C | D :|| urutan membacanya : A BC D C D
Fine : Akhir lagu / Finish here
Coda / Þ : Bagian penutup (ekor)
Segno / % : Tanda % (atau
signal)
DC (Ca Capo) : Ulang dari awal sampai tamat.
DS (Dal Segno) : Ulang dari tanda % (signal),
return to the signo mark
DC al Coda : Ulang dari awal lagu lompat ke Coda Þ
DC al Fine : Ulang dari awal lagu sampai Fine (akhir)
DS al Coda : Ulang dari tanda % (signal)
sampai bagian penutup biasanya ditempat lagu ditulis kata “ke coda” (to coda)
maka dari bagian ini kita langsung melompat ke coda Þ
Tacet : Membungkam, berhenti berbunyi (pause in the
accompaniment)
Fermata U : Suatu nada yang diperpanjang
menurut kehendak penyanyi, nada yang dipanjang melebihi nilai sebenarnya
(Prolog the note or rest property)
Tie (Legato) : Suara bersambung (Hold the first note and do not
reply the second one)
N : Tanda
balik asal (pugar) natural
Cres (Crescendo) : Makin keras
Discres (Discrescendo) : Makin lemah
Vivace : Gembira, hidup
Adagio : Amat sangat lambat
Prestissimo : Amat sangat cepat
Largheno : Lambat
Di Marcia : Seperti orang berbaris
Maestoso : Khidmad, Agung, dan Mulia
Con brio : Semangat bergelora
Allegreto : Ringan, hidup, dan gembira
Con bravura : Gagah
ff (fortisimmo) : Sangat keras
pp (pianissimo) : Sangat lambat
p (piano) : Lambat / lembut
Sekilas Tentang Not Balok
1. Paranada, Garis Birama dan Clef
Untuk Menulis not balok, kita memerlukan garis-garis paranada (1) yang berjumlah lima garis. Urutan dihitung dari
bawah ke atas.
Di dalam paranada terdapat garis-garis yang memisahkan not-not
dengan jumlah ketukan sesuai tanda birama yang ada, misalnya 4/4, maka setiap 4
ketukan dipisahkan oleh garis yang disebut garis birama atau garis bar (2).
Pada setiap garis dan diantara garis-garis kita tempatkan not
atau nada-nada c, d, e, f, g, a, b, c, dst. Penempatan sesuai dengan kunci yang
kita gunakan, misalnya do=c maka pada garis 1 terletak nama 3 (mi) atau e.
Pada awal paranada biasanya kita menempatkan “kunci” yang
disebut “clef”. Ada
bermacam-macam clef : treble, bass, tenor, dan alto. Namun biasanya yang umum
digunakan adalah clef treble dan clef bass . Penggunaan clef treble dan bass
secara bersamaan disebut “grand staff”.

1. Menempatkan Not dalam paranada
Penempatan not-not dalam paranada harus memperhatikan kunci yang
digunakan, misalnya dengan cleff treble do=c maka kita harus menambahkan satu
garis di bawah. Di bawah garis tambahan masih bisa ditambah lagi, demikian juga
keatas masih bisa ditambah lagi sesuai dengan kebutuhan not rendah atau tinggi
yang dibutuhkan dalam sebuah lagu, memerlukan berapa oktaf. Satu oktaf terdiri
dari 8 nada.
c d e f g a b c’
1 2 3 4 5 6 7 1’
1. Lambang-lambang Not Balok
1.
1.
Not Penuh (1) = nada 4 ketuk
1.
1.
1.
Not Setengah (½) = 2 ketuk
1.
1.
1.
Not Seperempat (¼) = 1 ketuk
1.
1.
1.
Not Seperdelapan (1/8) = ½ ketuk
1.
1.
1.
Not Seperenambelas (1/16) = ¼ ketuk
1. Tanda Titik
Tanda titik ditempatkan di belakang not balok. Nilai tanda titik
adalah setengah dari not di depannya. Bila not di depannya adalah not penuh (1)
= 4 ketuk, maka tanda titik bernilai setengah (½) = 2 ketuk, dan seterusnya.
1. Tanda Diam
Tanda diam adalah tanda yang melambangkan sebuah lagu harus
berhenti baik di tengah maupun di akhir sebuah lagu. Tanda diam dalam notasi
do, re, mi, dilambangkan dengan angka 0. Dalam not balok tanda diam mempunyai
lambang-lambang sesuai dengan nilai atau lamanya diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar