Selasa, 16 Februari 2016

AKORD




0
– Akord Tonik adalah Akord dasar dalam sebuah lagu/musik.
– Akord Dominan adalah Akord yang berjarak 3 ½ nada dari Akord tonik.
– Akord SubDominan adalah Akord yang berjarak 2 ½ nada dari Akord tonik.
Hubungan antar Akord diatas sangat erat hubungannya dalam menentukan suatu iringan musik atau lagu. Apabila lagu dimainkan dengan nada dasar Do = C, maka pola hubungan Akordnya adalah C – F – G.
Contoh yang lain : lagu dengan nada dasar Do = D
maka pola hubungannya adalah D – G – A
Akord Major memiliki hubungan sejajar (paralel) dengan Akord Minor dikarenakan memiliki persamaan tangga nada. Perbedaannya hanya terletak pada permulaan tangga nadanya.
Contoh : Akord C Major berhubungan sejajar dengan A Minor (perhatikan tangga nada kedua Akord tersebut).
Akord-Akord yang memiliki hubungan paralel (sejajar), sebagai berikut :
– C sejajar dengan ………. Am
– C# (Db) sejajar dengan ………. Bbm (A#m)
– D sejajar dengan ………. Bm
– D# (Eb) sejajar dengan ………. Cm
– E sejajar dengan ………. C#m (Dbm)
– F sejajar dengan ………. Dm
– F# (Gb) sejajar dengan ………. D#m (Ebm)
– G sejajar dengan ………. Em
– G# (Ab) sejajar dengan ………. Fm
– A sejajar dengan ………. F#m (Gbm)
– A# (Bb) sejajar dengan ………. Gm
– B sejajar dengan ………. G#m (Abm)


0
Apa itu tangganada? Ada ciri-cirinya.Pertama, suatu tangganada adalah serangkaian not yang disusun mengikuti urutan abjad. Urutan abjad ini lazimnya ditulis dengan memakai huruf besar, bisa dimulai dari huruf A sebagai not pertama dan yang paling rendah dan berakhir dengan A juga, not ke delapan atau not terakhir dan paling tinggi. Not ke delapan ini disebut oktaf.Urutannya demikian: A B C D E F G A. Kalau dibunyikan dengan memakai not, urutan abjad ini demikian: la, si, do, re, mi, fa, sol, la.
Kedua, suatu tangganada bertolak dari not apa pun sejauh satu oktaf dan berdasarkan suatu bentuk pola yang sudah ditetapkan. Dari urutan not mengikuti abjad tadi, Anda melihat bahwa bentuk pola tangganada itu sudah ditetapkan. Ia mulai dari A lalu mengikuti urutan abjad sampai dengan G kemudian balik ke A, kali ini delapan nada lebih tinggi dari A pertama. Karena satu tangganada dibentuk oleh delapan nada, maka huruf terjauh yang berbeda dengan A haruslah huruf ketujuh dan itulah huruf G. Sesudah G, Anda harus mengulangi A. Karena A bisa dipakai untuk membentuk suatu tangganada, maka setiap abjad yang lain pun bisa dipakai untuk membentuk tangganada yang lain. Tangganada lain bisa mulai dari B,C, D, E, F, atau G dan berakhir satu oktaf lebih tinggi juga dengan B, C, D, E, F, atau G.
Ketiga, pola yang mendasari kebanyakan tangganada melibatkan seperangkat urutan nada dan setengahnada. Pada gitar enam senar, suatu nada dimainkan pada dua fret yang berdekatan sementara suatu setengahnada dimainkan pada satu fret.
Untuk maksud praktis, kita memakai tangganada yang mulai dengan C. Urutannya menurut abjad demikian: C D E F G A B C. Kalau dinyanyikan, urutan huruf ini berbunyi do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
Dari bentuk polanya, ada dua pasang not yang masing-masing membentuk setengahnada (satu fret). Pertama, pasangan E-F; dan, kedua, pasangan B-C. Pasangan lain (C-D, D-E, F-G, G-A, dan A-B) masing-masing membentuk satunada.
Dalam bahasa Inggris, satunada disebut tone sementara setengahnada disebut semitone.Untuk mempermudah ingatan Anda, aturan tentang pasangan not manakah yang membentuk satunada atau setengahnada dringkaskan melalui urutan T (singkatan untuk tone, satunada) dan S (singkatan untuk semitone, setengahnada). Ringkasannya demikian:
C – T – D – T – E – S – F – T – G – T – A – B – S – C
Tiga Jenis Tanggnada

Ada tiga jenis tangganada utama dalam ilmu musik Barat. Pertama, tangganada 
mayor; kedua, tangganada kromatik; dan, ketiga, tangganada minor.
Tangganada mayor adalah yang paling lazim dipakai untuk menciptakan jutaan lagu, termasuk lagu-lagu pop hit dan lagu-lagu gereja yang bertahan selama ratusan tahun. Karena itu, sebagian besar pelajaran pada tingkat awal akan memakai jenis tangganada ini.
Tangganada diatonik mayor
Sistem nada yang memakai dua macam jarak antar nada, yaitu satunada (tone) dan setengahnada (semitone) membentuk tangganada diatonik mayor. Contoh tadi menjelaskan tangganada jenis ini. Ia lazimnya dipakai untuk menciptakan lagu-lagu yang bersuasana optimistik: ceria, cerah, manis, merdu. Alat-alat musik Barat yang dibuat untuk memainkan tangganada diatonik mayor mencakup gitar, piano, organ, dan alat-alat lain. Tapi nada-nada gamelan tidak bisa menghasilkan nada-nada diatonik karena setelannya berbeda. Setelan gamelan berdasarkan sejenis tangganada lima nada bernama pelog dalam musik tradisional Jawa – seperti do, mi, fa, sol, si – punya aturan tersendiri tentang jarak antara setiap not. Misalnya, not mi dan sol dalam pelog sebenarnya sama nadanya dengan fa dan la dalam musik diatonik mayor.
Urutan not tangganada diatonik mayor yang akan kita pakai berkali-kali untuk mempelajari dan menguasai berbagai akord dan progresi akord adalah C-D-E-F-G-A-B-C. Tangganada ini dibatasi atau dikendalikan oleh suatu kunci. Karena urutan ini mulai dan berakhir dengan C, maka tangganada diatonik mayor ini dikendalikan oleh kunci C.
Dalam notasi balok, tangganada C mayor tidak dberi tanda kres atau mol. Tangganada ini karena itu bersifat naturel: tanpa kres atau mol.
Karena sifatnya yang naturel, tangganada C mayor dipakai sebagai acuan utama untuk membentuk tangganada lainnya. Tangganada diatonik mayor lain itu dimulai dari huruf-huruf lain – D, E, F, G, A, atau B – dan berakhir setinggi satu oktaf dengan huruf yang sama. Akan tetapi, tangganada diatonik mayor D, E, F, G, A, atau B akan dibahas kemudian.
Berbagai lagu nasional dan daerah di Indonesia diciptakan berdasarkan tangganada diatonik mayor. Lagu-lagu nasional yang terkenal mencakup Indonesia Raya, Halo-Halo Bandung, Maju Tak Gentar, dan Bangun Pemudi Pemuda diciptakan berdasarkan tangganada ini. Di samping itu, lagu-lagu daerah yang memakai tangganada diatonik mayor mencakup Lisoi-Lisoi(Tapanuli), Ayo Mama (Maluku), dan Apuse (Biak, Papua).
Tangganada kromatik

Karena relevan dengan pembicaraan nanti tentang interval, jenis tangganada ini layak dijelaskan. Ia dibentuk dari tanggnada diatonik mayor.
Seperti yang sudah dijelaskan, tangganada diatonik mayor dibentuk oleh satunada dan setengahnada. Secara aritmatik, satunada bisa dibagi menjadi dua, masing-masing menjadi dua setengahnada. Pada gitar, setiap pecahan dari satunada sekarang dimainkan hanya pada satu fret. Karena satunada dibagi menjadi dua setengahnada, tangganada baru yang dibentuk sekarang punya jarak antar nada yang sama. Setiap pasangan nada sekarang berjarak setengahnada. Jumlah nada dari satu oktaf bertambah menjadi 13 nada.Tangganada ini disebut tangganada kromatik.
Ia cocok sebagai pewarna lagu. Ia juga memberi kelenturan pada jalur melodi bas, seperti yang dipetik pemain gitar bas.
Perbandingan antara tangganada diatonik mayor C yang melandasi pembentukan tangganada kromatik dipengaruhi arah gerak yang ditempuhnya dan pola notnya. Pola not dalam posisi naik atau meninggi berbeda penulisannya dengan pola not dalam posisi turun atau merendah.
Posisi naik:
C——–D——–E –F——–G———A———–B –C
C–#C—D–#D–E – F–#F—G–#G—A—-#A—-B – C
Posisi turun:
C–B——–A——-G——-F–E——–D———C
C–B-bB—-A-bA—G-bG—F–E –bE–D–bD—-CBarangkali, tidak ada ciptaan lagu nasional dan daerah di Indonesia yang memakai tangganada kromatik. Tapi not-not kromatik – not-not setengahnada – sering dipakai dalam melodi utama atau dalam aransemen duet, trio, kuartet, atau paduan suara. Not-not kromatik ini sebenarnya dipinjam dari tangganada di luar tangganada yang berlaku. Sering, not-not setengahnada bersifat sementara; artinya, ia dipakai sebentar saja lalu lagu kembali ke kunci aslinya.Beberapa lagu nasional memakai not-not kromatik yang bersifat sementara. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki, misalnya, memakai not kromatik b7 (sa) sekali pada suku kata–lu dari kata dulu dalam frasa frasa bait pertamanya: Indonesia sejak dulu … Dia juga memakai not setengahnada #4 (fis) dua kali dalam karya ini. Pertama, pada suku kata –ja dari katapuja dalam frasa bait pertama: tetap dipuja …. Kedua, pada suku kata me- dari kata menutupdari frasa bait pertama menjelang akhir lagu: tempat akhir menutup mata. Lagu Bungong Jeumpa dari Aceh adalah salah satu contoh lagu-lagu daerah di Indonesia yang juga memakai setengahnada. Not #5 (se) dipakai sebanyak 5 kali dalam lagu ini. Not kromatik ini muncul, misalnya, dua kali pada suku kata – pa dari kata jeumpa di awal lagu tempat orang menyanyikan frasa bait pertama lagu ini: Bungong jeumpa, bungong jeumpa.

Not-not kromatik muncul sering sekali dalam lagu-lagu pop, gereja, dan jazz. Dalam lagu-lagu pop dan gereja, not-not ini bisa bersifat sementara. Kalau bersifat sementara, not kromatik itu dipinjam dari tangganada lain, dipakai sebentar lalu lagu kembali ke tangganada semula. Lagu-lagu jazz modern sering memakai not-not kromatik yang bersifat tetap. Lagu, misalnya, dimulai dengan kunci C lalu beralih ke kunci C# tanpa ada “tanda peringatan” bahwa akan terjadi perpindahan kunci dari C ke C# dan secara tiba-tiba juga pindah ke D, D#, dan berakhir dengan E. Perpindahan kunci jelas secara kromatik. Tapi setiap melodi atau potongan melodi yang dimainkan dalam batas setiap kunci bisa juga berisi berbagai not kromatik.
(Catatan: Dalam tulisan ini dan tulisan mendatang, penulisan #C , #D, #F dan seterusnya berbeda arti dengan C#, D#, F# dan seterusnya. Bentuk pertama mengacu pada not kromatik – di, ri, fis dan seterusnya – sementara bentuk kedua merujuk pada kunci tangganada. Pembedaan ini tidak standar; sayalah yang membuatnya untuk tulisanku!)
Tangganada minor

Karena tangganada minor relevan juga dengan pelajaran tentang interval, ia pun layak untuk dibicarakan sekarang. Tangganada ini umumnya dipakai untuk menciptakan lagu yang bersuasana introspektif: sedih, muram, berduka, sayu, murung, gelisah.
Tangganada ini pun dibentuk dari tangganada diatonik mayor C. Ia dibentuk dengan mulai dari not A dalam tangganada diatonik mayor C. Dari sejarah perkembangannya, tangganada minor menjadi tiga macam: tangganada minor naturel, harmonik, dan melodik. Yang disebut terakhir berbeda bentuk polanya pada posisi naik dan turun.
Tangganada minor naturel:
A – B – C – D – E – F – G – A
Tangganada minor harmonik:
A – B – C – D – E – F – #G – A
Tangganada minor melodik pada posisi naik:
A – B – C – D – E – #F – #G – A

Tangganada minor melodik pada posisi turun:
A – G – F – E – D – C – B – A
Kata “minor” dalam istilah tangganada ini diperoleh dari mana? Dari pengurangan interval-interval tertentu dalam tangganada diatonik mayor C. Perubahan “mayor” menjadi “minor” dari tangganada diatonik mayor C lebih gampang dijelaskan melalui perbandingan tangganada mayor C dengan tangganada minor naturel. Supaya cermat, setengahnada ditambahkan.
Mayor: C – #C–D–#D – E – F – #F – G –#G – A – #A – B – C
Minor: A——–B – C——-D———E – F———G——-A
Notasi: do——re – ri——-fa——–sol–se——–li——-do
Pasangan setengahnada B-C dan E-F pada tangganada mayor berbeda urutannya dengan yang ada pada tangganada minor. Pasangan B-C minor tidak sama jaraknya dengan pasangan mayor D-E. Pasangan setengahnada B-C minor (dimainkan pada satu fret gitar) sama bunyinya dengan D-#D dalam pasangan D-E mayor, pasangan satunada (dimainkan pada dua fret yang saling berdekatan di gitar). Dengan kata lain, pasangan setengahnada B-C minor merupakan penurunan setengahnada dari pasangan D-E mayor. Sesuai aturan baku (akan dibicarakan lebih jauh dalam pelajaran tentang interval), satu pasangan not mayor menjadi minor kalau salah satu not diturunkan atau dinaikkan menjadi setengahnada. Jadi, pasangan not satunada C-D mayor menjadi minor kalau not di kiri dinaikkan setengahnada – #C-D (di-re) – atau not di kanan diturunkan setengahnada – C-bD (do-ru). Perubahan pasangan not satunada G-A mayor menjadi E-F minor mengikuti aturan yang sama. G-A mayor menjadi G-#G minor yang sama bunyinya dengan E-F minor. Atau G-A mayor menjadi #G-G minor sama bunyinya dengan E-F minor.
Beberapa lagu nasional dan daerah memakai tangganada minor. Syukur, judul suatu lagu nasional ciptaan H. Mutahar, memakai tangganada minor. Lagunya mulai dengan not la dan berakhir dengan not yang sama. Melodi yang memakai not seperti ini dan akord-akord minor yang memperkuat suasananya menunjukkan tangganada minor. Meski suasana dasarnya bersifat minor alias sedih, muram, sayu, murung, kata-katanya malah tidak memberi kesan dasar ini. Kata-kata bait pertama lagu nasional ini, misalnya, bersuasana khidmat karena mengungkapkan rasa syukur, terima kasih.
Dari yakinku teguh
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah Air pusaka
Indonesia Merdeka
Syukur aku sembahkan
Ke hadiratMu, Tuhan
Tidak selalu lagu minor bersuasana sedih, introspektif, dan syair Syukur salah satu kekecualian dari aturan umum yang berlaku dalam ilmu musik Barat: tangganada minor dipakai untuk mengungkapkan suasana duka, sedih, sayu, murung.
Aturan umum ini kentara dalam nyanyian gereja dari Barat yang diterjemahkan kemudian ke dalam bahasa Indonesia. Mazmur terbitan Yayasan Musik Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia 1986) berisi terjemahan dari adaptasi syair-syair mazmur dalam Perjanjian Lama. Terjemahan mazmur ke dalam bahasa Indonesia ini agar dinyanyikan jemaat bersumber padaMazmur Jenewa abad ke-16, suatu kumpulan nyanyian mazmur yang sangat mengagumkan dari segi sastra dan musik. Lagu-lagu Mazmur Jenewa yang mencerminkan kesenian Reneisens di Eropa abad ke-16 sebenarnya bisa ditelusuri jauh ke belakang sampai dengan musik liturgi Yahudi kuno, termasuk musik liturgi jemaat Kristen awal tarikh Masehi di kawasan yang sekarang bernama Israel, Gaza, dan Tepi Barat – Palestina jajahan Roma kuno zaman itu. Banyak mazmur dalam Perjanjian Lama digubah oleh Daud, gembala, pahlawan, musikus, penyair, jenderal, dan raja tenar Israel kuno sekitar 3000 tahun yang silam.
Salah satu lagu yang mengungkapkan suasana sedih dalam Mazmur tadi adalah Mazmur 6. Melodinya, seperti melodi Syukur, mulai dengan la dan berakhir juga dengan la. Terjemahan Indonesia menyingkap secara menyentuh hati pergumulan batin Daud karena dosa-dosanya terhadap Allah dan permohonannya yang khusyuk agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Bait pertama Mazmur Jenewa ini seperti yang diterjemahkan Yayasan Musik Gereja (Yamuger) demikian:
Sayangi aku, TU-HAN!
Jangan Engkau hukum-kan
hambaMu yang gentar.
Berapa lama lagi
murkaMu kualami?
Sengsaraku besar!
Suatu versi irama flamenko dari 
Mazmur 6 dan syair yang sama saya ciptakan beberapa tahun yang lalu. Flamenko adalah sejenis musik dan dansa yang erat kaitannya dengan Jipsi, suatu kaum pengembara yang konon berasal dari India. Mereka kemudian menetap di Spanyol dan mengembangkan musik flamenko. Sesuai sejarah awalnya, lagu-lagu flamenko berkembang dari nyanyian ratapan kaum Jipsi, ratapan akan nasibnya yang muram di tanah tumpangannya di Spanyol.
Bait tadi bisa dinyanyikan sambil memainkan gitar atau mengikuti iringan yang sudah ada di side bar blog saya. Gaya cengkok – menyanyikan lebih dari satu not untuk satu suku kata – saya tandai dengan garis pemisah vertikal pada kata TUHAN dan hukumkan; yang dicengkok adalah suku kata TU- dan –kum-. Selebihnya dinyanyikan seperti biasa.
Nyanyian ratapan adalah nyanyian yang bersuasana sedih, murung, sayu. Melodi asli Mazmur 6 tadi lalu dimodifikasi biar sesuai salah satu irama flamenko – yang ini memakai jenis birama 3/4 yang agak cepat – di Spanyol dan sesuai juga dengan suasana sedih yang diungkapkan mazmur ini.





0
Sejauh ini, Anda sudah memelajari triad dan nada bas. Triad terdiri dari tiga nada yang masing-masing dibentuk oleh dua interval ketiga. Ketika nada bas sebagai nada terendah Anda tambahkan pada triad, nada ini memperluasnya menjadi empat nada harmonik. Nada bas sama dengan nada dasar dari suatu akord empat nada atau lebih.
Akan tetapi, akord yang sama yang Anda pakai berkali-kali mengakibatkan nada basnya sama juga. Pemakaian akord dan nada bas yang sama berkali-kali akan membosankan pemusik dan pendengarnya, seperti contoh berikut:
Burung kakatua rock
Bagian awal dari suatu versi rock ‘n roll Burung Kakatua yang terdiri dari empat birama memakai hanya satu akord: C. Untuk ritme rock ‘n roll, pengulangan akord macam ini normal. Musik rock yang mengandalkan ritme yang kuat dan teratur memang membutuhkan perulangan akord; kalau akordnya berganti setiap ketukan, kekuatannya sebagai rock terganggu dan berkurang atau malah hilang. Jadi, perulangan akord tadi tidak menimbulkan masalah dalam musik rock ‘n roll.
Yang menimbulkan masalah adalah jalur basnya. Nada bas potongan nyanyian anak-anak tadi (C atau do) tidak salah; ia adalah nada paling rendah dari akord C. Masalahnya, jalur bas ini monoton karena mengulangi not yang sama selama empat birama sebanyak enam belas kali. Iringan bas yang monoton seperti ini jelas menjemukan pendengar, tidak menghidupkan gerak energik ritme rock.
Demi mencegah monotoni atau hilangnya tenaga ritme rock, jalur bas potongan nyanyian tadi perlu dihidupkan. Caranya? Melalui variasi mengikuti aturan variasi jalur bas rock ‘n roll. Salah satu variasi jalur bas rock demikian:
Burung kakatua rock1
Naik-turunnya nada bas sesuai aturan musik rock ‘n roll sekarang menghidupkan jalur bas potongan Burung Kakatua. Variasi nada bas ini mencegah monotoni, kejemuan, gerak bas yang hanya mengandalkan satu nada saja.
Variasi tadi sekaligus menunjukkan apa yang dalam ilmu musik Barat diistilahkan pembalikan.Dalam contoh kedua, pembalikan ini kentara pada not C, E, dan G (do, mi, dan sol); not-not lain (A dan Bb atau la dan sa) adalah variasi. Pembalikan menghasilkan variasi nada bas yang kemudian mengurangi atau mencegah monotoni jalur bas.
Meskipun variasi menghidupkan jalur bas nyanyian rock ‘n roll, ilmu harmoni Barat mengatakan susunan akord dengan nada dasar sebagai nada bas adalah susunan yang normal. Susunan ini menghasilkan susunan akord yang berbunyi mantap karena bulat dan tenang.
Tiga Macam Pembalikan
Ada tiga cara pembalikan nada bas. Pertama, dengan memakai nada ketiga di atas nada pertama. Kedua, dengan memakai nada kelima di atas nada pertama. Ketiga, dengan memakai nada ketujuh di atas nada kelima. Untuk kemudahan pemahaman, akord-akord yang dipakai sebagai contoh penjelasan ketiga macam pembalikan ini berdasarkan tangganada diatonik mayor C.
Contoh-contoh penjelasan tentang nada ketiga, kelima dan ketujuh sebagai nada bas tidak saja melibatkan akord tonika. Ia melibatkan juga akord-akord jenis lain dalam suatu tangganada. Untuk mudahnya, berbagai contoh yang akan dijelaskan melibatkan akord-akord dalam tangganada diatonik mayor C.
Nada ketiga menjadi nada bas
Triad tonika
Nada ketiga dari triad C (do-mi-sol atau 1-3-5) adalah mi (3). Akord C yang dibentuk berdasarkan not do sebagai nadanya yang terendah dan sekaligus nada basnya disebut akord tonika. Dengan mi sebagai nada terendah atau nada bas yang baru, urutan nada akord ini menjadi mi-sol-do atau 3-5-1 dengan nada terakhir sebagai nada tertinggi. Kalau Anda menghitung jarak nada antara mi dan do, Anda menemukan interval keenam: mi-fa-sol-la-si-do (3-4-5-6-7-1). Karena jarak nada enam ini, akord yang memakai nada ketiga sebagai nada basnya disebut akord sekst (keenam). Akord ini masih suatu akord mayor.Tanda resmi akord ini adalah I6.
Berbeda dengan akord tonika yang nada basnya bulat dan tenang, nada ketiga sebagai nada bas akord sekst menghasilkan bunyi musikal yang tajam, kurang tenang, kurang bulat, kurang berwibawa dibanding nada bas akord tonika. Nada bas mi, karena itu, dipakai sebagai suatu variasi sesudah akord tonika. Ia biasanya dipakai sesudah suatu potongan melodi mencapai suatu puncak. Tapi nada mi tidak dipakai di akhir suatu kalimat melodik, seperti suatu kadens biasa.
Contoh:
Kudengar berkatMu
Bagian awal melodi lagu gereja ini membentuk suatu kadens setengah. Melodi mulai dengan akord tonika (C) dan berakhir untuk sementara melalui suatu progresi akord dengan akord dominan (G). Puncak frasa melodik ini terdapat pada not sol (G) birama pertama. Akord C yang dipakai adalah pembalikan pertama – mi-sol-do-mi – dari akord C di depannya. Nada mi sebagai nada bas akord ini ditandai huruf E sesudah garis miring. Dalam bahasa musik tentang pembalikan akord, penulisan akord tadi yang dibalikkan bersama basnya diistilahkan C on E atau C slash E. Pemakaian akord C/E di depan Dm pun bagus; nada E turun secara bertangga ke nada bas D (re) dari akord Dm lalu bergerak naik ke nada bas dari C/G. Dalam birama kedua, akord tonika mengalami pembalikan kedua sehingga nada basnya menjadi sol (G) dengan urutan sol-do-mi (5-1-3). Akord C/G sangat efektif sebagai pendahulu akord dominan yang nada basnya adalah G (sol); dalam birama tadi, akord C/G mendahului G sebagai akord dominan.
Triad dominan
Triad dominan pada posisi asli adalah G-B-D (5-7-2 dengan nada terakhir sebagai not tertinggi). Nada basnya adalah G. Pembalikan pertama triadi ini mengakibatkan nada ketiga (B) dihitung dari nada pertama (G) menjadi nada bas yang baru: B-D-G (7-2-5 dengan nada pertama sebagai nada terendah). Meskipun nada ketiga sekarang menjadi nada bas, urutan triad yang dibentuk masih tergolong triad mayor.
Apa sifat dan peranan nada bas dari pembalikan pertama nada bas? Nada B sebagai nada bas bersifat lebih tajam dari nada G, tidak tenang, dan, karena itu, ingin menjadi tonika. Di samping itu, nada B berperan sebagai variasi sesudah triad dominan asli. Akan tetapi, nada B tidak boleh Anda pakai di akhir baris melodik dalam kadens setengah.
SALAH
Tanase
Potongan melodik dari suatu lagu rakyat Ambon ini menunjukkan suatu kadens setengah sebanyak empat birama. Kadens diawali akord tonika (C) dan variasi bas hasil pembalikan pertama akord C (C/E). Birama ketiga dan keempat memakai akord dominan (G) dan variasi basnya (G/B). Karena kadens setengah ini berakhir dengan akord dominan (G) sementara seluruh lagu belum berakhir, akord G/B pada ketukan ketiga dan keempat birama terakhir dilarang. Akord terakhir haruslah akord dasar, yaitu, G, seperti berikut:
BETUL
Tanase1
Triad subdominan
Kalau triad dasar subdominan (F-A-C atau 4-6-1 dengan nada terakhir sebagai nada tertinggi) Anda balikkan pertama kali, Anda memakai nada ketiganya (A) sebagai nada bas urutan triad yang baru. Urutan yang baru menjadi A-C-F atau 6-1-4 dengan nada pertama sebagai nada terendah. Sebagaimana halnya dengan triad tonika dan dominan, triad subdominan ini tergolong pada triad mayor.
Apa sifat dan peranan pembalikan pertama triad subdominan? Bunyi triadnya tajam dan menonjol; selain itu, triad hasil pembalikan pertama ini tidak tenang, ingin menjadi tonika. Meskipun demikian, kecenderungannya ke tonika tidak sekuat kecenderungan triad subdominan dasar. Selain itu, triad subdominan hasil pembalikan pertama ini berperan sebagai variasi sesudah subdominan dasar untuk membentuk jalur melodi bas.
Nyiur Hijau
Potongan melodik dari suatu lagu perjuangan yang indah gubahan Maladi, Indonesia, ini diawali rangkaian akord C, balikannya yang pertama (C/E), dan G. Variasi bas C dan C/E Anda amati pada birama kedua, keempat, dan keenam. Variasi petikan bas untuk akord subdominan dan balikannya yang pertama Anda amati pada birama ketiga dan keenam. Variasi ini bersama variasi bas untuk akord tonika dan bas dominan (G) mengurangi monotoni iringan bas lagu yang indah ini.


0
TEORI MUSIK
Bunyi yang kita dengar adalah berasal dari sesuatu yang bergetar yang membuat udara di sekeliling juga ikut bergetar dan berjalan dengan cepat sampai ketelinga kita. Nada adalah bunyi yang teratur. Semakin banyak getaran dalam satuan waktu semakin tinggi nada yang kita dengar.

Tanda nomer jari untuk keyboard :
1 = Ditekan dengan Ibu Jari
2 = Ditekan dengan jari Telunjuk
3 = Ditekan dengan jari Tengah
4 = Ditekan dengan jari Manis
5 = Ditekan dengan jari Kelingking

Tanda # (kres, dibaca is) = berfungsi menaikkan nada 1\2 laras
Tanda b (mol, dibaca es) = berfungsi menurunkan nada 1\2 laras
Cth :
C# dibaca Cis ; Db dibaca des
D# dibaca Dis ; Eb dibaca es
F# dibaca Fis ; Gb dibaca ges
G# dibaca Gis ; Ab dibaca as
A# dibaca Ais ; Bb dibaca bes

Nada yang lengkap :
A, a# (Bb), b, c, c# (Db), d, d# (eb), e, f , f# , (Gb) , g , g# , (ab), a

Lintasan Melodi Mayor
Do (1), re (2), mi (3), fa (4), sol (5), la (6), si (7), do (1 tinggi)
1.       Melodi
Tidak semua lagu terdiri dari semua nada tetapi mempunyai lintasan melodi dengan jarak-jarak tertentu. Salah satu lintasan melodi adalah lintasan melodi MAYOR, yang mempunyai 7 nada (not), yaitu :
Do ( 1 ),re ( 2 ),mi ( 3 ),fa ( 4 ),sol ( 5 ),la ( 6 ),si ( 7 ),do (1 / tinggi ) nada
1 1 1/2 1 1 1 1/5
Do – re berjarak 1;re – mi berjarak 1;mi – fa berjarak ½;fa – sol berjarak 1;sol –la berjarak 1;la – si berjarak 1;si – do (tinggi) berjarak ½
Tinggi nada do adalah relatif. Kita harus menentukan nada dasar dahulu, umpamanya do ditetapkan pada nada C, maka lagu tersebut mempunyai nada dasar C yang kita sebut do=C. Kemudian kita bisa mencari re yaitu: c + 1 = d, mi yaitu: d + 1 = e, fa yaitu: e + ½ = f, sol adalah g, la adalah a, si adalah b.
Tabel Lintasan Melodi MAYOR terhadap Nada Dasar


Nada dasar
do
re
mi
fa
sol
La
si
Do
C (natural)
c
d
e
f
g
a
b
C’
F (1 mol)
f
g
a
Bb
c
d
e
F’
G (1 kres)
g
a
b
c
d
e
F#
G’
Bb (2 mol)
Bb
c
d
Eb
f
g
a
Bb’
D (2 kres)
d
e
F#
g
a
b
C#
D’
Eb (3 mol)
Eb
f
g
Ab
Bb
c
d
Eb’
A (3 kres)
a
b
C#
d
e
F#
G#
A’
Ab (4 mol)
Ab
Bb
c
Db
Eb
f
g
Ab’
E (4 kres)
e
F#
G#
a
b
C#
D#
E’
* Untuk lebih memudahkan dalam pencarian nada kres dalam satu nada dasar, ada urutan nada yang harus dipelajari.
F# C# G# D# A# E# B#
Baca : Fis Cis Gis Dis Ais Eis Bis
Contoh :
Nada Dasar Do = G ; Cara mencari nada kres nya, dengan cara menurunkan nada G ½ laras menjadi F#, dan kita bisa melihat nada F# ada di urutan pertama dalam urutan nada kres diatas. Kesimpulannya, hanya ada 1 nada kres dalam Do = G, yakni F# (Fis)
1.       Iringan (Chord) :
Beberapa nada / not dimainkan bersamaan atau bergantian menjadi bunyi yang indah.
Ada 7 nada / not dalam lintasan mayor maka ada tujuh chord pada system chord 3 nada (terdiri dari nada pertama, ketiga, kelima)
Nada pertama > 1 2 3 4 5 6 7 1
Nada ketiga > 3 4 5 6 7 1 2 3
Nada kelima > 5 6 7 1 2 3 4 5
I ii iii IV V Vi vii-5 I

Pada lagu dengan nada dasar C (do = C) kita tahu bahwa,
I = C, ii = Dm, iii = Em, IV = F, V = G, vi = Am, vii-5 = Bm-5

Posisi chord bisa diubah-ubah
Cth : 1 3 5
3 5 1
5 1 3
(posisi dasar) (pembalikan I) (pembalikan II)
Tabel Chord terhadap Nada Dasar

Nada dasar
I
ii
iii
IV
V
vi
vii-5
C
C
Dm
Em
F
G
Am
Bm-5
F
F
G
Am
Bb
C
Dm
Em-5
G
G
Am
Bm
C
D
Em
F#-5
Bb
Bb
Cm
Dm
Eb
F
Gm
Am-5
D
D
Em
F#m
G
A
Bm
C#m-5
Eb
Eb
Fm
Gm
Ab
Bb
Cm
Dm-5
A
A
Bm
C#m
D
E
F#m
G#m-5
Ab
Ab
Bbm
Cm
Db
Eb
Fm
Gm-5
E
E
F#m
G#m
A
B
C#m
D#m-5

* Ada banyak jenis Chord, diantaranya :
– Suspended (sus 4), terdiri dari nada pertama (do), nada keempat (fa), dan nada kelima (sol).
– Enam ( 6 ), uaitu menambahkan nada keenam ( la ) pada suatu chord.
– Dominan tujuh ( 7 ), yaitu menambahkan nada ketujuh mol (7 )
– Mayor tujuh (M7), yaitu menambahkan nada ke tujuh ( si ) pada suatu chord.
– Sembilan (9), yaitu menambahkan nada kesembilan (re’) pada suatu chord.
– Sebelas (11), yaitu menambahkan nada kesebelas (fa’), kesembilan (re’), dan dominant tujuh ( 7 ) dan menghapus nada ketiga dan kelima.
– Augmented (+5 atau +), nada kelima dinaikkan ½ (menjadi 5 )
– Diminished tujuh (dim7), terdiri dari nada 1 , 3 , 4 , 6 , untuk mempersingkat kita tulis (dim)
3. Irama (Style)
·        irama ¾ (waltz) cth : Bapa Kami Konvenas, dll
·        irama 2/2, 2/4, (March, Polka, country) cth : Allah ditinggikan, dll
·        irama 4/4, (8 beat, 16 beat, disco, cha-cha,swing,bounce, samba, keroncong)
·        irama 6/8 , 12/4 (slowrock, rockballad, blues) dan lain lain cth : Betapa Hatiku

Untuk pemain keyboard pemula bisa memakai irama yang dipilih dan dimainkan secara otomatis.
Untuk pemain piano secara cukup sederhana kita bisa memainkan chord secara broken chord style. Contoh : saat kita memainkan chord C, kita mainkan dulu do kemudian sol kemudian do tinggi, kembali ke sol dilanjutkan mi tinggi, kembali ke sol dilanjutkan do tinggi, kembali ke sol diakhiri ke do lagi dengan nilai 1/8 atau setengah ketukan.

Beberapa petunjuk teknis / musical signs
beserta Tempo dan Dinamik

||: :|| : Tanda ulang / repeat
| A | B ||: C | D :|| urutan membacanya : A BC D C D
Fine : Akhir lagu / Finish here
Coda / Þ : Bagian penutup (ekor)
Segno / % : Tanda % (atau signal)
DC (Ca Capo) : Ulang dari awal sampai tamat.
DS (Dal Segno) : Ulang dari tanda % (signal), return to the signo mark
DC al Coda : Ulang dari awal lagu lompat ke Coda Þ
DC al Fine : Ulang dari awal lagu sampai Fine (akhir)
DS al Coda : Ulang dari tanda % (signal) sampai bagian penutup biasanya ditempat lagu ditulis kata “ke coda” (to coda) maka dari bagian ini kita langsung melompat ke coda Þ
Tacet : Membungkam, berhenti berbunyi (pause in the accompaniment)
Fermata U : Suatu nada yang diperpanjang menurut kehendak penyanyi, nada yang dipanjang melebihi nilai sebenarnya (Prolog the note or rest property)
Tie (Legato) : Suara bersambung (Hold the first note and do not reply the second one)
N : Tanda balik asal (pugar) natural
Cres (Crescendo) : Makin keras
Discres (Discrescendo) : Makin lemah
Vivace : Gembira, hidup
Adagio : Amat sangat lambat
Prestissimo : Amat sangat cepat
Largheno : Lambat
Di Marcia : Seperti orang berbaris
Maestoso : Khidmad, Agung, dan Mulia
Con brio : Semangat bergelora
Allegreto : Ringan, hidup, dan gembira
Con bravura : Gagah
ff (fortisimmo) : Sangat keras
pp (pianissimo) : Sangat lambat
p (piano) : Lambat / lembut

Sekilas Tentang Not Balok

1.       Paranada, Garis Birama dan Clef
Untuk Menulis not balok, kita memerlukan garis-garis paranada (1) yang berjumlah lima garis. Urutan dihitung dari bawah ke atas.
Di dalam paranada terdapat garis-garis yang memisahkan not-not dengan jumlah ketukan sesuai tanda birama yang ada, misalnya 4/4, maka setiap 4 ketukan dipisahkan oleh garis yang disebut garis birama atau garis bar (2).
Pada setiap garis dan diantara garis-garis kita tempatkan not atau nada-nada c, d, e, f, g, a, b, c, dst. Penempatan sesuai dengan kunci yang kita gunakan, misalnya do=c maka pada garis 1 terletak nama 3 (mi) atau e.
Pada awal paranada biasanya kita menempatkan “kunci” yang disebut “clef”. Ada bermacam-macam clef : treble, bass, tenor, dan alto. Namun biasanya yang umum digunakan adalah clef treble dan clef bass . Penggunaan clef treble dan bass secara bersamaan disebut “grand staff”.
1.       Menempatkan Not dalam paranada
Penempatan not-not dalam paranada harus memperhatikan kunci yang digunakan, misalnya dengan cleff treble do=c maka kita harus menambahkan satu garis di bawah. Di bawah garis tambahan masih bisa ditambah lagi, demikian juga keatas masih bisa ditambah lagi sesuai dengan kebutuhan not rendah atau tinggi yang dibutuhkan dalam sebuah lagu, memerlukan berapa oktaf. Satu oktaf terdiri dari 8 nada.
c d e f g a b c’
1 2 3 4 5 6 7 1’
1.       Lambang-lambang Not Balok
1.            
1.       Not Penuh (1) = nada 4 ketuk
Gambar : bulatan kosong https://dasarteorimusik.files.wordpress.com/2012/01/1.png?w=108
1.               
1.            
1.       Not Setengah (½) = 2 ketuk
Gambar : bulatan kosong dengan tiang https://dasarteorimusik.files.wordpress.com/2012/01/2.png?w=78
1.               
1.            
1.       Not Seperempat (¼) = 1 ketuk
Gambar : bulatan dihitamkan dengan tiang https://dasarteorimusik.files.wordpress.com/2012/01/3.png?w=75
1.               
1.            
1.       Not Seperdelapan (1/8) = ½ ketuk
Gambar : bulatan dihitamkan, tiang , bendera 1 https://dasarteorimusik.files.wordpress.com/2012/01/4.png?w=70
1.               
1.            
1.       Not Seperenambelas (1/16) = ¼ ketuk
Gambar : bulatan dihitamkan, tiang, bendera 2 https://dasarteorimusik.files.wordpress.com/2012/01/5.png?w=71

1.       Tanda Titik
Tanda titik ditempatkan di belakang not balok. Nilai tanda titik adalah setengah dari not di depannya. Bila not di depannya adalah not penuh (1) = 4 ketuk, maka tanda titik bernilai setengah (½) = 2 ketuk, dan seterusnya.
1.       Tanda Diam
Tanda diam adalah tanda yang melambangkan sebuah lagu harus berhenti baik di tengah maupun di akhir sebuah lagu. Tanda diam dalam notasi do, re, mi, dilambangkan dengan angka 0. Dalam not balok tanda diam mempunyai lambang-lambang sesuai dengan nilai atau lamanya diam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar